KUNINGAN –
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun lalu membengkak hingga mencapai Rp34 miliar lebih. Hal itu mendapat kritikan pedas dari legislatif, karena kinerja anggaran lembaga eksekutif dianggap tidak optimal.
“Membengkaknya SiLPA juga mengindikasikan pemerintah daerah belum optimal menggunakan APBD dengan sebaik-baiknya. Hal ini menjadi potret buruk kinerja birokrasi,” ujar Ketua DPRD Kuningan, Rana Suparman dalam laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRD yang dibacakan pada paripurna penetapan APBD Perubahan TA 2019, Rabu (21/8/2019).
Adapun yang menjadi penyebabnya, lanjut Rana, salah satunya karena buruknya perencanaan anggaran. Sebab sejak awal anggaran disusun kurang memperhatikan kapasitas SKPD.
“Lalu pola penganggaran yang menganut sistem incremental yakni setiap tahun jatah anggaran harus naik, tanpa memperhatikan kemampuan SKPD tersebut dalam menyerap anggaran tahun sebelumnya,” tandasnya.
Pihaknya berharap, ke depan agar pemerintah daerah khususnya BPKAD dan Bappeda semakin memperbaiki kinerja, khususnya di bidang perencanaan anggaran dalam hal menekan angka SiLPA.
“Terkait pembiayaan daerah, kami menghimbau agar penganggaran SiLPA sebelumnya dihitung berdasarkan perkiraan yang rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran yang tercantum dalam APBD. Khusus untuk pengeluaran pembiayaan, hendaknya senantiasa mengacu kepada ketentuan perundangan, bahwa pengeluaran pembiayaan dianggarkan setelah urusan wajib terpenuhi,” tegasnya.
Dijelaskan, berdasarkan rencana APBD bahwa penerimaan pembiayaan daerah semula tidak dianggarkan setelah perubahan dianggarkan menjadi Rp94,4 miliar lebih. Perubahan ini bersumber dari SiLPA tahun sebelumnya Rp34,4 miliar berasal dari kegiatan yang harus diluncurkan, dan pinjaman daerah sebesar Rp60 miliar.
“Kemudian pengeluaran pembiayaan daerah semula direncanakan Rp75,4 miliar lebih, setelah perubahan bertambah Rp65 miliar lebih sehingga totalnya menjadi Rp140 miliar lebih. Dana ini diarahkan untuk penyertaan modal kepada investasi pemerintah daerah sebesar Rp3 miliar bersumber dari hibah pemerintah pusat pada PDAM Kuningan, dan pembayaran pokok hutang yang jatuh tempo sebesar Rp62 miliar lebih berasal dari pinjaman bank bjb senilai Rp60 miliar, serta kekurangan Jamkesda tahun 2018 mencapai Rp2 miliar lebih,” bebernya.
Oleh sebab itu, ia menyebut, posisi volume antara penerimaan pembiayaan daerah dengan pengeluaran pembiayaan daerah, setelah perubahan terdapat pembiayaan netto sebesar Rp46 miliar lebih yang digunakan untuk menutupi defisit belanja daerah.
“Sementara Pendapatan Daerah semula ditargetkan Rp2,5 triliun lebih setelah perubahan menjadi Rp2,8 triliun lebih, mengalami kenaikan sebesar Rp262 miliar lebih atau 10,26 persen. Untuk Belanja Daerah semula direncanakan Rp2,4 triliun lebih setelah perubahan menjadi Rp2,7 triliun lebih, bertambah sebesar Rp292 miliar lebih atau 11,75 persen,” pungkasnya. (Andri)