MAJALENGKA –
Pemerintah Kabupaten Majalengka dihadapkan persoalan rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak bumi bangunan (PBB). Sejak jatuh tempo pada Agustus 2019, pendapatan dari PBB baru di kisaran 40%.
Apalagi beberapa wajib pajak besar yang nilai tagihan PBB-nya di atas Rp1 miliar juga belum masuk seperti dari pengelola bandara dan Pemprov Jabar.
Bupati Majalengka Karna Sobahi mengaku, PBB Majalengka berada dalam keadaan darurat dan berpotensi besar macet. Untuk itu, pihaknya sampai harus terjun langsung ke masyarakat agar tumbuh kesadaran dalam membayar PBB.
“Baru kali ini dan di Majalengka ada Bupati nagih PBB,” kelakar Karna Sobahi saat memberi sambutan pada kegiatan penyerahan laporan hasil pemeriksaan pos audit desa tahun anggaran 2018 di gedung Yudha, Senin (16/9)
Disebutkan dia, meskipun Pemkab Majalengka telah melakukan pengurangan nilai pajak terhadap wilayah yang beban pajaknya terlalu tinggi. “Pemda sudah kehilangan 6,9 miliar karena pengurangan pajak, namun masyarakat malah makin enggan membayar PBB,” ujarnya.
Bahkan lanjut Bupati, penghasilan tetap (siltap) aparat desa juga terancam tidak akan dicairkan sebelum kewajiban PBB-nya diselesaikan.
Pemda juga akan mengambil langkah tegas terhadap oknum aparat desa yang nakal dan nekat menilep uang pajak yang disetorkan oleh masyarakat dengan membawanya ke ranah hukum. “PBB yang ditilep akan dipidana dengan penggelapan,” sebutnya.
Di sisi lain, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Majalengka Lalan Soeherlan menjelaskan, dalam kondisi seperti ini. Pihaknya mentisipasi dengan program pembebasan denda pembayaran PBB. Sehingga wajib pajak hanya cukup membayarkan PBB senilai yang tertera di surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) saja.
“Kalau perpanjangan masa jatuh tempo tidak ada, tetap seperti jadwal semula yakni 31 Agustus. Tapi kita berencana melakukan program penghapusan denda bagi yang ingin membayar kewajiban PBB di waktu sekarang. Jadi bayarnya hanya yang sesuai di SPPT saja, tidak ditambah dengan denda,” kata Lalan.
Menurutnya, pemberlakuan program penghapusan denda PBB ini akan dilakukan selama dua bulan yakni di September dan Oktober. Sehingga, wajib pajak yang membayar PBB di bulan Oktober tidak akan dikenakan denda 4%.
Lain halnya jika pembayaran PBB dilakukan lewat dari masa program penghapusan denda. Misalnya, jika pembayaran dilakukan November. Maka wajib pajak dikenakan denda 6 persen sesuai ketentuan yang ada. Sebab, dendanya berlaku kumulatif sejak waktu jatuh Tempo.
Untuk itu pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk memanfaatkan masa penghapusan denda ini. Sehingga dapat terhindar dari pengenaan denda karena membayar PBB tahun penagihan 2019 setelah lewat masa jatuh tempo. Pihaknya pun terus memantau perkembangan realisasi pengumpulan PBB dari masyarakat. (Oki)