CIREBON –
Tepat hari ini, satu dekade lalu 2 Oktober 2009, UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB) menetapkan Batik sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity atau Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non Benda.
Batik juga merupakan warisan nenek moyang yang masih hidup hingga sekarang. Perjalanan kain khas nusantara yang mendunia bisa berhenti kapanpun jika generasi masa kini tidak memiliki kesadaran untuk melestarikannya.
Di momen peringatan hari batik nasional, Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat memiliki catatan tersendiri mengenai kondisi batik dewasa ini. Ia merasa prihatin, karena generasi penerus pembatik di Cirebon semakin berkurang sehingga mendatangkan pebatik dari luar daerah.
“Cirebon tengah mengalami kesulitan regenerasi pembatik andal,” katanya, Rabu (2/10/2019).
Ia mengatakan, nasib batuk tulis semakin sulit bersaing di pasaran karena motif batik cetak yang harganya relatif lebih murah lebih diminati pembeli. “Banyaknya tekstil motif batik yg membanjiri toko-toko dengan harga sangat murah sehingga batik tulis mulai tersaingi,” imbuhnya.
Di lingkungan Keraton Kasepuhan sendiri, sudah berjalan selama kurang lebih tiga tahun pemberdayaan masyarakat untuk melestarikan batik.
“Kami membina Masyarakat, Magersari di sekitar keraton Kasepuhan Cirebon untuk bisa membatik khususnya batik-batik klasik keraton. Sudah menghasilkan batik-batik dan sudah dipamerkan di Cirebon maupun Jakarta,” terangnya.
Sultan meminta, seluruh stakeholder bersama masyarakat Cirebon secara konsisten berupaya melestarikan batik. “Sebagai pusat batik harus mempertahankan dan melestarikan batik-batik klasik dan khas Cirebon,” pungkasnya. (Juan)