JAKARTA –
Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia (Gema Perhutanan Sosial Indonesia) bersama 10.000 petani perhutanan sosial akan berkunjung ke Istana Negara Jakarta pada Kamis, 10 Oktober 2019. Kedatangan Gema Perhutanan Sosial Indonesia adalah untuk menyampaikan terimakasih kepada Presiden atas dilaksanakannya kebijakan perhutanan sosial, utamanya di Jawa, melalui Pemberian Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
Selama ratusan tahun pengelolaan hutan hanya mengenai 2 paham yaitu capital forestry-pengelolaan hutan berorientasi modal melalui pemberian ijin-ijin pengelolaan hutan kepada perusahaan-perusahaan kehutanan, banyak dikembangkan di luar Jawa melalui pemberian ijin HPH,HTI dan state forestry-pengelolaan hutan oleh negara melalui perusahaan negara, dikembalikan di Jawa melalui perusahaan negara Perum Perhutani.
Secara khusus di Jawa, pengelolaan hutan melalui pendekatan state forestry, selama 150 tahun sejak keluarnya Bosch Ordonantie, merupakan warisan dari paradigma, regulasi, metodologi, kelembagaan dan manajemen hutan kolonial. Orientasinya adalah fiskal dengan konsekwensi mengabaikan kepentingan rakyat.
Pasca kemerdekaan hingga kini dilakukan berbagai upaya untuk mengembangkan pendekatan mengakomodasi rakyat, namun pendekatan-pendekatan ini gagal karena selalu dilaksanakan setengah hati.
Pengelolaan hutan dengan pendekatan state forestry ini juga tidak mampu untuk mengatasi problem ekologi terlihat dari besarnya angka lahan terlantar (idle) di di kawasan hutan negara di Jawa yaitu 1.127.073 Hektar, juga gagal mengatasi masalah kemiskinan petani di dalam dan sekitar hutan. Praktek pungutan liar dan penyewaan lahan telah berkontribusi menyebabkan kemiskinan petani.
Ketua Umum DPP Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia, Siti Fikriyah mengatakan Presiden Joko Widodo membuat terobosan dengan kebijakan perhutanan sosial di hutang negara di Jawa. Petani penggarap di dalam dan sekitar hutan diberikan ijin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS), selama 35 tahun. Kebijakan ini memperlihatkan kepercayaan negara kepada rakyat untuk mengelola hutan. Melalui kebijakan ini Jokowi sedang mengembangkan paradigma baru pengelolaan hutan “social forestry.”
“Kebijakan perhutanan sosial ini telah memulihkan harga diri, harkat dan martabat petani, langkah untuk memulihkan kerusakan ekologi, mengatasi perubahan iklim, dan memberikan peluang pertumbuhan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta akan berdampak menumbuhkan ekonomi riil di pedesaan,” kata dia. Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia mengkalkulasi potensi ekonomi hingga 70Trilyun, hal mana uang tersebut cash on hand berada di tangan pelaku ekonomi di tapak.
Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia memberikan dukungan penuh pelantikan Presiden Joko Widodo, serta mendukung penuh Presiden melaksanakan perhutanan sosial di Indonesia, utamanya di hutan negara di Jawa melalui ijin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS).
Oleh karena itu maka Gema Perhutanan Sosial Indonesia akan menemui Presiden pada Kamis, 10 Oktober 2019. Pihak istana telah mengkonfirmasi bahwa Presiden akan berkenan menerima kehadiran kami. Pada kesempatan tersebut Gema Perhutanan Sosial Indonesia akan menyampaikan informasi lapangan berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan serta masukan untuk percepatan pencapaian program perhutanan sosial yang menjadi legacy Presiden Joko Widodo ke depan. (*)