MAJALENGKA –
Ribuan warga Majalengka dan sekitarnya menghadiri acara memandikan pusaka ‘Nyiramkeun Pusaka’ peninggalan Kerajaan Talaga Manggung di Museum Talaga Manggung, Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka, Senin (14/10/2019).
Rangkaian acara ‘Nyiramkeun Pusaka’ juga dilaksanakan lomba tumpeng dan deklarasi di Alun-Alun Talaga Manggung sebagai area publik dan tempat berkumpul yang nyaman. Kemudian kirab keliling dan finish di Museum Talaga Manggung yang langsung pada acara utama ‘Nyiramkeun Pusaka’.
Turut hadir pada kesempatan itu Asda II Bidang Pembangunan Pemkab Majalengka Abdul Gani yang mengapresiasi camat dan Muspika serta seluruh masyarakat Talaga. “Kegiatan ini sangatlah penting agar kita tidak melupakan sejarah dan leluhur kita,” ungkapnya.
Panitia acara dari keluarga besar Kerajaan Talaga Manggung Iman Firmansyah mengatakan inti dari acara ini adalah ingin mendekatkan silaturahmi dengan semua keturunan Talaga dan melestarikan warisan leluhur.
Iman mengatakan acara ‘Nyiramkeun’ diawali dengan mengambil air dari 9 mata air yang terdapat di bekas wilayah Kerajaan Talaga Manggung.
Menurutnya ‘Nyiramkeun’ merupakan kegiatan membersihkan artefak peninggalan Kerajaan Talaga Manggung yang disimpan oleh keturunannya dengan air tumbukan bunga Mayang yang disimpan dalam sebuah bejana besar dan biasa dilakukan pada hari Senin sebelum tanggal 20 bulan Safar.
“Masuk islamnya Raden Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umun terjadi di hari Senin bulan Safar dan meninggalnya Sunan Talaga Manggung pun terjadi di hari Senin bulan Safar,” ujarnya.
Ritual Nyiramkeun ini, menurutnya dimulai dengan mengambil air dengan wadah dari bambu kuning ke sembilan sumber mata air yang dianggap keramat yaitu air dari Gunung Bitung, Situ Sangiang, Cikiray, Wanaperih, Lemahabang, Regasari dan Cicamas, dan Nunuk.
“Pengambilan air dilakukan oleh sesepuh atau tokoh adat pada awal bulan Safar, Bambu Kuning berisi air kemudian dibawa ke Museum Talaga Manggung untuk disatukan ke dalam satu kendi, kemudian dibacakan doa secara Islam,” jelasnya.
Dalam ritual ‘Nyiramkeun’ air dari bambu kuning itu menurutnya disiramkan ke benda-benda pusaka, dimulai dari menyiramkan air ke arca Raden Panglurah, arca Simbar Kancana, pedang, gong dan benda pusaka lainnya. (Oki)