CIREBON – Perajin topeng Cirebon, Jawa Barat, kelimpungan diterpa pandemi COVID-19. Selama pandemi penjualan topeng Cirebon merosot.
Rastini (46), istri dari Nursita (47), salah seorang perajin topeng Cirebon, harus putar otak demi memenuhi kebutuhan pokoknya.
Di tengah kesulitan ekonomi, keluarga perajin topeng asal Desa Slangit, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, tetap semangat melestarikan topeng Cirebon. Sebab, menurut Rastini, jumlah perajin topeng tersisa sedikit.
“Mungkin di Klangenan hanya suami saya ya perajin topeng tuh. Kita tetap produksi, karena hobi dan ingin melestarikan juga,” kata Rastini, Minggu (12/9/2021).
Rastini mengatakan, keluarganya menggeluti kerajinan topeng Cirebon sejak 2012. Sebelum pandemi, Rastini mengaku, penjualan topeng Cirebon lumayan membantu perekonomian.
“Sekarang saya jual lauk. Alhamdulillah ada tambahan. Dalam sebulan itu, kadang gak ada yang beli topeng, kadang ada satu,” kata Rastini.
Sementara itu, Suherlina (31) anak dari pasangan suami istri perajin topeng Cirebon menyebutkan, untuk harga topeng Cirebon bervariatif. Tingkat kerumitan pahatan memengaruhi harga.
“Harganya kisaran Rp 150 ribu sampai Rp 550 ribu. Saya berharap bisa ada kerja sama dengan pihak-pihak untuk membantu penjualan,” kata Suherlina.
Selama ini, Suherlina mengaku, penjualan topeng Cirebon hanya mengandalkan relasi budayawan dan seniman.
“Sekarang kita coba kerja sama dengan sanggar. Anak-anak yang belajar tari topeng bisa langsung membeli lewat sanggar. Tapi ini belum kita mulai,” kata Suherlina.
Perempuan asal Desa Slangit itu menjelaskan, proses pembuatan satu topeng bisa memakan waktu selama 3 hari. Bahan bakunya terbuat daei kayu jaran. Orang tua Suherlina hanya memproduksi topeng Cirebon, dari panji hingga kelana.
Suherlina berharap pemerintah bisa ikut andil mempromosikan dan melestarikan perajin topeng di Cirebon. “Ya bisa dibantu digitalisasi dan penjualannya. Selama ini penjualan di Cirebon saja. Berharap bisa ke daerah lain juga,” kata Suherlina. (*)