INDRAMAYU –
Sepanjang Tahun 2021, Pengadilan Negeri (PN) Indramayu Kelas 1B menangani perkara 344 kasus pidana, 75 perkara perdata, gugatan biasa atau sederhana sebanyak 29 kasus dan untuk permohonan 108 perkara. Selain pekara tersebut, PN juga menangani peradilan dengan pelaku dan korban sama-sama masih tergolong anak-anak sebanyak 10 kasus. Perkara pidana diantaranya pencurian, kekerasan (penganiayaan), pencurian dengan kekerasan, obat-obatan terlarang, narkotika dan perkara asusila.
“Ranking pertama perkara pidana didominasi kasus narkotika dan obat-obatan terlarang, disusul pencurian, kekerasan. Kasus kekerasan (penganiayaan) jumlahnya hampir sama dengan narkotika,” kata Kepala Humas PN Indramayu Kelas 1B, Fatchu Rochman, Jumat (07/01/2022).
Fatchu Rochman menyebutkan penyebab terjadinya tindak pidana secara general di Indramayu pertama unsura pendidikan, karena kebanyakan pelaku pidana hanya lulusan SD, SMP dan SMA bahkan ada yang tidak lulus sekolah kemudian factor lingkungan dan ekonomi. Untuk factor pendidikan sambungnya, adanya sinergi focus untuk pendidikan.
Ia juga merasa miris banyak kasus pidana dengan pelaku dan korban sama-sama anak pasalnya meski jumlahnya masih di angka 10 kasus namun kasus tersebut tergolong banyak. Sementara kalau korbanya anak malah lebih banyak lagi. Menurutnya, usia anak-anak antara 15-18 tahun. Kalau usianya dibawah lagi biasanya dikembalikan ke orang tuanya untuk dididik.
Menurutnya, untuk putusan perkara anak, meski bersalah namun ada unsur melindungi sehingga ada sebagian yang dikembalikan ke orang tuanya untuk dididik lagi meski pihaknya tidak bisa menjamin apakah orang tuanya akan mendidik atau tidak. Pasalnya ada kasus anak-anak setelah diputus dikembalikan lagi ke lingkungannya namun berulah lagi dan saat diputus usianya sudah dewasa. Itu yang sangat disayangkan.
“Kalau kasusnya berat kita berusaha untuk tidak menjatuhkan hukuman penjara, kita menitipkan penahanan anak pada lembaga untuk bekerja social sehingga ketika telah selesai menjalani ‘masa tahanannya’ mereka mempunyai keahlian,” kata dia.
“Di Indramayu kurang adanya Balai Latihan Kerja (BLK) yang bisa menampung anak pelaku pidana karena anak perlu perlindungan dan jangkauannya masih panjang. Kita kesulitan untuk mencari tempat itu. Kerjsama dengan kabupaten/kota lain karena eksekusinya beda wilayah apakah mereka mau menerima. Akhirnya kita titipkan ke Dinas Sosial atau Dinas Tenaga Kerja. Mungkin harus ada sinergi dengan PN karena kita juga melayani warga Indramayu. Idealnya ada penunjukan tempat penitipan yang disediakan tenaga ahlinya sehingga bisa mengajari anak yang kena pidana,” kata Fachu Rochman.
Ditambahkan, kejahatan yang paling bahaya itu adalah narkotika karena narkotika menyentuk segala lapisan. Narkotika sangat rawan. Kasus terakhir yang ditanganinya adalah anak disuruh membawa narkotika. Anak tersebut bisa tahu atau tidak tahu benda yang dibawahnya namun saat tertangkap dia membawa narkotika. Kemudian kasus asusila terakhir ini mulai naik lagi dan kasus Tindak Pidana Perdangan Orang (TPPO) atau trafficking.
“Pemkab Indramayu, pemuka agama dan stakeholder lainnya turun tangan untuk bersama-sama memberikan pemahaman tentang bahayanya narkotika dan gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat yang akan menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) karena Indramayu kantong PMI. Masyarakat kurang informasi mana PT yang legal dan illegal ,” tambahnya. (IJnews)