KUNINGAN – Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mengusulkan sebanyak 12 raperda di tahun 2023. Bahkan 12 raperda ini telah disepakati melalui rapat paripurna yang disetujui para anggota dewan.
Wakil Ketua Bapemperda DPRD Kuningan, Yaya kepada awak media, Senin (2/1/2023), mengatakan, jika 12 raperda telah melalui pembahasan dan kajian di internal dewan bersama mitra kerja eksekutif. Sehingga semua raperda yang diusulkan sepakat untuk ditetapkan dalam program pembentukan peraturan daerah (propemperda) tahun anggaran 2023.
“Kami berharap terhadap propemperda 2023, dalam pembahasan dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati dan selesai tepat waktu. Tidak ada lagi alasan SKPD belum siap,” tegasnya.
Dirinya berharap, apabila raperda yang akan diselesaikan dapat memberi kemajuan bagi pembangunan di Kuningan. Khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan keuangan.
“Kami juga berharap, agar setiap ajuan propemperda tidak berupa judul-judul raperda saja. Akan tetapi ke depan, harus disertai penjelasan atau keterangan dan naskah akademiknya. Sehingga kami DPRD dapat lebih memahami terhadap materi muatan yang diajukan,” ungkapnya.
Adapun untuk 12 raperda yang diusulkan eksekutif di antaranya soal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kuningan tahun 2023-2043, pajak daerah dan retribusi daerah, perumahan dan pemukiman untuk masyarakat berpenghasilan rendah, serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan dan pemukiman kumuh.
Kemudian soal smart city, penyerahan prasarana sarana dan utilitas perumahan dan permukiman pengembangan kepada pemerintah daerah, hingga pengembangan penataan dan pembinaan pasar rakyat pusat pembelanjaan dan toko swalayan.
Meski begitu, penetapan propemperda tersebut sempat menuai kritikan. Sebab paripurna penetapan propemperda dilakukan usai pengesahan APBD 2023.
Mestinya, propemperda ditentukan sebelum pengesahan APBD 2023. Bahkan Anggota DPRD Kuningan, Dede Sembada tak menampik jika idealnya penetapan propemperda dilakukan sebelum APBD disahkan.
“Kalau misalkan di ketentuan itu, memang semestinya propemperda ditetapkan sebelum APBD disahkan,” kata Dede Sembada.
Meski begitu, lanjutnya, penetapan propemperda dilakukan setelah pengesahan APBD sah-sah saja. Apalagi penetapan propemperda dilakukan saat masih tahun berjalan, dan lebih baik ketimbang di tahun depan.
“Sebetulnya sekarang di ketentuan yang baru UU nomor 12 tahun 2011 sudah dirubah. Terakhir itu UU nomor 13 tahun 2022, kaitan dengan deadline sendiri di UU itu sekarang sudah tidak ada lagi, propemperda harus ditetapkan setelah penetapan APBD sudah tidak muncul lagi,” ungkapnya.
Hanya memang, Ia menyebut, jika merujuk di Permendagri nomor 85 tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Permendagri nomor 120 tahun 2018, ketentuan itu masih ada. Yakni penetapan propemperda itu ditetapkan sebelum pengesahan APBD.
“Jadi maksudnya propemperda itu ditetapkan sebelum pengesahan APBD, agar supaya saat pembahasan perda anggaran sudah ada. Namun paling penting, pada saat perda itu dibahas anggarannya sudah teranggarkan walaupun ditetapkan setelah penetapan APBD,” pungkasnya.(*)