NDRAMAYU, IndramayuJeh.com – Salah seorang seniman teater dari Indramayu, Abdul Koni, menceritakan perjalanannya yang menginspirasi dalam dunia monolog. Saat wawancaranya yang dilakukan pada Minggu (11/8/2024), ia membagikan pengalaman menariknya dari awal karir hingga kesuksesan yang diraih dalam berbagai kompetisi seni.
Abdul Koni, yang identik dengan pentas menggunakan topeng, memulai jalannya sebagai seniman monolog dengan latar belakang pendidikan di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung jurusan Teater, sebelum akhirnya melanjutkan studi ke Bogor di Sekolah Tinggi Kesenian Gilang Kencana yang juga mengambil jurusan Teater.
Akan tetapi, jalan akademiknya di bidang kesenian berakhir kandas. Ia kemudian melanjutkan pendidikan D-3 Pariwisata di Universitas Mercu Buana hingga lulus. Namun demikian, keinginannya untuk mendalami seni peran masih ada.
“Sekarang Kuliah dulu, ya. Pas kesini saya D3-nya pariwisata. Karena sekolah seni dua-duanya gagal semua,” ujarnya, menggambarkan perjalanan awalnya menuju dunia seni teater.
Abdul Koni juga mengungkap bahwa awalnya ia adalah seorang yang pemalu, bahkan merasa kurang percaya diri ketika harus berinteraksi sosial. Pengalamannya dalam seni teater ternyata tidak membantu ia mengatasi rasa malu saat bermain peran.
Abdul Koni kemudian bercerita bahwa ada satu titik akhirnya menemukan cara untuk menaklukan rasa malu. Saat menghapal naskah drama ia kemudian bermonolog, membuat Abdul Koni mengatasi rasa malu tersebut dengan mengambil karakter-karakter yang berbeda.
Sifatnya yang pemalu membuat Abdul Koni sering mengalami proses kreatifnya dalam kesendirian. Ia mengaku menemukan kedamaian dan inspirasi dalam momen-momen kesendirian, di mana ia dapat menggali karakter-karakter dan mengembangkan ide-ide baru tanpa gangguan dari luar.
“Saya sering sendiri, kan. Jadi Biasanya begitu sih ya. Kalau antarseniman disatukan memang bagus gaumnya, cuman kalau ada proses untuk pertunjukan besar. Latihan dulu tuh masing-masing punya ide segala macem Makanya wah lebih asik sendiri deh,” tutur Abdul Koni
Kesepian, bagi Abdul Koni, bukan hanya menjadi waktu untuk introspeksi, tetapi juga menjadi momen penting dalam proses penciptaan narasi yang mendalam dan konsep-konsep artistik yang unik dalam setiap penampilannya.
Puncak perjalanan seninya terjadi saat Abdul Koni berhasil meraih juara dalam kompetisi monolog di ajang Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N).
“Proses kreatif dalam monolog melibatkan banyak hafalan naskah, yang pada akhirnya membantu saya membangun kepercayaan diri yang lebih besar,” tambahnya, menggambarkan peran penting hafalan dalam mempersiapkan setiap pertunjukan.
Abdul Koni juga menceritakan pengalamannya mengajar di dua institusi pendidikan yang berbeda, salah satunya SMK Lelea, untuk membagikan pengetahuannya tentang seni kepada generasi muda di sekolah seni dan reguler.
“Menggabungkan seni dengan pendidikan formal adalah salah satu misi saya untuk mengembangkan potensi siswa dalam seni teater,” katanya.
Salah satu inovasi proses kreatifnya di dunia seni monolog adalah penggunaan topeng dalam pertunjukannya. Penggunaan topeng dalam pertunjukan monolognya menjadi salah satu strategi untuk melampaui ketidaknyamanan pribadinya dan menyediakan platform ekspresif yang memungkinkannya untuk tumbuh dalam seni teater.
“Topeng memungkinkan saya untuk menghidupkan berbagai karakter dalam satu pertunjukan, memperluas ruang ekspresi dan menangkap esensi masing-masing karakter dengan lebih dalam,” jelas Abdul Koni, menjelaskan teknik yang ia kembangkan untuk mengatasi rasa malu dan mengeksplorasi karakter secara mendalam.
Kesuksesan Pak Koni tidak hanya tercermin dalam prestasi seninya, tetapi juga dalam penghargaan dan pengakuan yang diterimanya. Anak-anak didiknya telah meraih berbagai penghargaan di tingkat regional dan nasional.
Pak Koni berharap bahwa perjalanan inspiratifnya dapat menjadi motivasi bagi generasi berikutnya untuk mengeksplorasi dunia seni teater dengan lebih dalam.
“Saya berharap seni monolog tidak hanya dibutuhkan pada FSLS2N. Sehingga pengenalan dan latihan monolog tidak hanya terjadi dalam waktu singkat,” pungkasnya. (Nursaid)