MAJALENGKA –
Komisi IV DPRD Majalengka bersama Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian (Disnakerperin) melakukan sidak ke PT PG Rajawali II Unit Pabrik Gula (PG) Jatitujuh Jatitujuh sekaligus menggelar audiensi dengan mengundang Paguyuban Karyawan Mekanisasi terkait keputusan merumahkan sejumlah pegawai.
Hasilnya lumayan memuaskan karena manajemen PG Jatitujuh dan karyawan menyepakati sejumlah poin dan solusi untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
“Kami sudah menanyakan kepada manajemen PG Jatitujuh, dan mereka mengatakan telah mempekerjakan lagi beberapa karyawan dengan mengikutsertakan dalam program kemitraan. Sementara bagi yang tidak ikut, mereka berjanji akan memberikan tali asih,” ujar perwakilan Komisi IV DPRD Majalengka, Sudibyo, Kamis (14/2/2019).
Menurutnya, pemberian tali asih itu menunggu persetujuan dari lembaga di atasnya, karena PG Jatiujuh merupakan BUMN sehingga anggaran yang dikeluarkan harus bisa dipertanggungjawabkan.
“Bahasanya tali asih (uang pisah) ya bukan pesangon, karena kalau pesangon hitungan harus jelas merujuk pada peraturan ketenagakerjaan. Secara hukum masalah ini sudah selesai,” tandasnya.
Komisi IV DPRD Majalengka berjanji akan memonitoring kesepakan itu melalui Disnakerperin. Tujuannya agar pihak perusahaan dan mantan karyawan tidak akan ada yang dirugikan. “Sebulan lagi kita akan monitor, artinya tidak harus sidak lagi ke PG Jatiujuh tapi cukup dengan menanyakan ke dinas terkait,” ungkapnya.
Sementara itu, Humas PG Jatiujuh, Eko Budy Setyawan mengatakan, DPRD Kabupaten Majalengka bertindak sebagai mediator antara pihak manajemen perusahaan dengan eks karyawan dan Disnakerperin.
Menurut Eko, pihak perusahaan mendapat dukungan dari Ketua Komisi IV DPRD Majalengka terkait program kemitraan sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan kasus hubungan industrial yang terjadi di PG Jatitujuh.
“Kalau dari manajemen, ya itu eks karyawan kita arahkan untuk ikut program kemitraan. Sementara nantinya, ada tali asih yang akan diberikan karena adanya kemitraan otomatis pekerjaan mekanisasi oleh pihak petani,” ujarnya.
Sebelumnya, eks karyawan mekanisasi PG Jatitujuh mengadu ke DPRD karena dirumahkan tanpa diberikan pesangon oleh PG Jatitujuh, akhir bulan November 2018. Mereka juga mendapat tawaran dari perusahaan untuk kembali bekerja pada Maret 2019, namun tak semua di antara mereka mendapatkan kesempatan bekerja.
Koordinator eks pekerja mekanisasi PG Jatitujuh, Ilyas mengatakan pihaknya tidak ngotot menuntut standar besaran uang pesangon. Namun secara nilai diharapkan cukup layak dengan perhitungan satu bulan gaji dikalikan masa kerja.
“Ada karyawan yang masa kerjanya 38 tahun. Paling sedikit ada yang masa kerjanya 18 tahun. Kami hanya menuntut kepada perusahaan sebesar satu kali gaji per tahun,” tandasnya.
Berdasarkan aturan, kata dia, pesangon yang seharusnya diterima dua kali gaji kali masa kerja. Namun pihaknya lebih memilih jalan tengah yang dapat diterima kedua belah pihak. (Oki)