CIREBON –
Belakangan, sejak bahan baku rotan mengalami kenaikan, para perajin rotan mencari berbagai cara agar bisnisnya bisa tetap bertahan. Karena, dengan naiknya harga bahan baku otomatis harga jual harus naik, namun hal ini kemungkinan besar tidak dilakukan.
Sebab, jumlah penjualan akan merosot drastis. Untuk tetap mempertahankan volume, maka perajin rotan akan melakukan penyesuaian harga namun tidak terlalu signifikan. Walaupun, penghasilan akan menurun cara ini harus dilakukan agar dapat bersaing dengan rumah produksi kainnya.
Salah satu perajin rotan Suteni (49) yang memikiki rumah produksi di Desa Tegalwangi Kecamatan Weru, mengaku, walaupun harga bahan baku mengalami kenaikan ia tidak bisa menaikkan harga jual hasil karyanya terlalu tinggi.
“Bahan baku terus naik, tidak pernah turun. Supaya harga tetap terjangkau dan pelanggan tidak pindah ke toko lain, harga jualnya sedikit dinaikan,” katanya, Sabtu (13/7/2019).
Rotan yang diproduksi Suteni berupa tudung saji dengan berbagai macam ukuran, mulai ukuran paling kecil hingga yang paling besar. Suteni membanderol harga terendah yang disesuaikan itu yakni Rp17.000 per buah. Sedangkan untuk ukuran yang paling besar dihargai Rp65.000 per buah.
“Kebanyakan pelanggan memesan dalam jumlah banyak. Ada yang sampai 500 buah juga pernah. Kebanyakan pesanannya dari luar kota seperti Kalimantan, Solo, Jakarta, Bandung. Dan yang dari Malaysia juga pernah pesan disini,” imbuhnya.
Bersama suaminya, Suteni mengaku telah menekuni usaha kerajinan rotan selama 7 tahun. Selama waktu tersebut, ia telah banyak merasakan pasang surut dan naik turunnya omset. Ia juga mengaku pernah merasakan penjualan paling tinggi, yakni ketika mendekati bulan ramadhan.
“Untuk mendapatkan bahan baku rotan tidak sulit. Saya mendapatkannya masih dari lingkungan Desa Tegalwangi saja,” ujarnya.
Dikatakan Suteni, sejak awal tahun hingga pertengahan tahun 2019 ini omzetnya terbilang cukup, jika dibandingkan tahun lalu dalam kurun waktu yang sama. “Kadang turun dan kadang naik, tidak menentu juga,” ucapnya.
Selama satu bulan, omset usahanya mencapai kisaran Rp5 juta. Nilai tersebut belum termasuk untuk membayar empat orang perajin yang membantu bisnis rumahannya itu.
“Jadi kita buatnya tergantung pesanan. Tapi kalau tidak ada pesanan juga kita tetap produksi, untuk persediaan siapa tahu nanti ada yang membutuhkan,” pungkasnya. (Juan)