CIREBON – Ribuan hektare lahan persawahan milik warga di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengalami gagal tanam akibat terendam banjir. Bahkan hingga hari ini, Sabtu (4/2/2023), masih ada lahan pertanian yang terendam banjir sejak dua pekan terakhir.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Asep Pamungkas menyebutkan, sebanyak 5.760 hektare lahan sawah terkena dampak banjir. Penyebabnya, yakni kondisi cuaca buruk dengan curah hujan tinggi selama satu bulan terakhir.
Adapun ribuan hektare lahan sawah terdampak banjir tersebar di 13 kecamatan yakni Astanajapura, Pangenan, Mundu, Plered, Gunungjati, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Susukan, Gegesik, Kaliwedi, Suranenggala, dan Jamblang. Namun dari 13 kecamatan itu, dampak paling parah yaitu menimpa area lahan sawah di Kecamatan Kapetakan.
“Lahan pertanian di Kecamatan Kapetakan yang terendam banjir sebanyak 1.795 hektare. Karena memang daerah tersebut dekat dengan kawasan muaranya,” ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, banjir juga merendam sekitar 1.121 hektare lahan sawah di Kecamatan Gegesik. Akibatnya banyak tanaman padi milik petani mengalami kerusakan.
“Jadi dari 1.121 hektare yang terendam banjir di Gegesik, sebanyak 925 hektare tanaman padi rusak. Apalagi sampai sekarang masih ada 533 hektare terendam banjir,” imbuhnya.
Sehingga dari total 5.760 hektare lahan sawah di Kabupaten Cirebon yang terendam banjir, Ia menyebut, sebanyak 3.478 hektare yang lain mengalami gagal tanam. Bahkan paling banyak ada di Kecamatan Kapetakan mencapai 1.380 hektare.
“Petani yang mengalami gagal tanam harus melakukan kembali tanam ulang,” terangnya.
Pihaknya menduga, penyebab ribuan hektare lahan terendam akibat luapan dari beberapa sungai besar dan terjangan banjir rob dari Laut Jawa. Permasalahan banjir di lahan pertanian menjadi tanggung semua pihak, salah satunya Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung sebagai otoritas.
Ia mengaku, kejadian banjir pada awal 2023 ini, merupakan paling parah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Sebab menimbulkan kerugian hingga Rp23,7 miliar.
“Satu hektare kira-kira mengalami kerugian sampai Rp6,8 juta. Bila kondisi ini terus terjadi, panen raya perdana pada 2023 bakal mundur menjadi April atau Mei,” kata Asep.
Atas kondisi tersebut, pihaknya akan membantu agar petani yang terdampak banjir bisa melakukan tanam ulang.
“Untuk bantuan anggaran kita belum ada, namun kami sedang meminta bantuan ke provinsi dan ke pusat,” pungkasnya.(*)