CIREBON – Aksi Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini alias Risma memarahi pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Provinsi Gorontalo menuai banyak reaksi. Salah satunya dari Gubernur Gorontalo,Rusli Habibie yang tak terima dengan sikap Risma.
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Selly Andriany Gantina pasang badan membela Risma. Selly mengomentari sikap Gubernur Gorontalo Rusli Habibie yang menyinggung soal statusnya sebagai lulusan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) dengan aksi Risma. Rusli juga menyeret nama Mensos Nanu Soedarsono.
“Silakan bapak (Rusli) kembali ke era 80-an, bila tolok ukurnya Menteri Nani Soedarsono. Justru, saya lebih suka, baik lulusan STKS atau pun bukan, tapi output kerjanya yang dinilai. Kalau masih ada stigma lulusan STKS itu lebih profesional daripada lulusan non-STKS, saya minta Bu Risma untuk merevisi peraturan yang mengistimewakan dan memprioritaskan lulusan STKS di tubuh Kemensos,” kata Selly, Minggu (3/10/2021).
Selly mengatakan, semuanya memiliki peluang yang sama. Yang terpenting memiliki keahlian dan profesional dalam kerja-kerja sosial.
Selly juga mengomentari soal aksi Risma yang marah-marah. Selly menilai apa yang dilakukan Risma masih dalam batas wajar. Ia meminta agar aksi Risma ini tak mengaburkan fakta sebenarnya tentang hilangnya data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
“Yang tidak wajar di mananya ya? Kalau pada persoalan di marah-marahnya. Ya menurut saya, ibarat keluarga, pendamping PKH ini anak dari Ibu Menteri, sedangkan Bu Menteri ibunya. Jadi wajar saja, namanya ibu yang marah ke anak, itu tanda sayang,” kata Selly.
“(Marah-marah) representasi dari perhatian, kalau bukan anak ya pasti didiamkan saja, tapi ini kan anak. Justru, yang tidak boleh kabur adalah persoalan utamanya, yakni DTKS yang menghilang,” kata Selly menambahkan.
Tak hanya mengomentari soal Risma dan Gubernur Gorontalo. Selly juga memaparkan tentang DTKS dengan jumlah bantuan sosial (bansos), seperti PKH, BPNT, dan BPJS JKN, nol rupiah. Kondisi demikian banyak terjadi di lapangan.
“Sekali lagi ini bukan persoalan Kemensos menghapus data. Tapi, ini terjadi karena data tidak padan antara DTKS dan data kependudukan pencatatan sipil (Dukcapil) Kemendagri,” ucap mantan Wakil Bupati Cirebon itu.
Selly menerangkan banyaknya masalah di lapangan soal DTKS itu sejatinya harus dicari penyebabnya. Bukan malah memperdebatkan akibatnya. Selly mengatakan tak sedikit warga yang memiliki E-KTP tapi tetap tak padan dengan data Dukcapil.
“Ternyata data di Kemendagri dengan di Disdukcapil itu tak terkonsolidasi. Ini harus jadi perhatian lintas kementerian, bukan hanya Kemensos, melainkan Kemendagri dan Kemenkes juga,” ucap Selly.
Selly mengatakan kejadian saldo nol, BPJS tak bisa digunakan, hingga data ganda akan terus terulang jika tak disinkronkan. Ia meminta agar data yang ada di Kemendagri terkonsolidasi dengan Kemensos dan lainnya.
Selly menilai harusnya Gubernur Gorontalo lebih bijak salam menyikapi persoalan ini. Gubernur harusnya membantu persoalan pendataan di lapangan, seperti dana intensif.
“Bukan kemudian meributkan hal-hal yang tidak substantif. Saya menyarankan Pak Gubernur untuk membuat tools untuk mempermudah koordinasi antara Dinkes, Dinsos dan Disdukcapil. Jadi, rakyat bapak di Gorontalo tidak dibuat susah, bolak-balik ngurus ke Disdukcapil, Dinsos,dan Dinkes,” kata Selly.
Selly mengaku, telah menyampaikan persoalan sengkarutnya pendataan di lapangan. Selly berhara Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) memiliki kewenangan untuk bisa menyelesaikan bansos yang nol dengan saldo nol rupiah.
Sehingga, lanjut dia, keluarga penerima manfaat (KPM) memiliki hak yang sama seperti nasabah pada umumnya. “Jadi tidak berbulan-bulan, tanpa ada kepastian kapan selesainya,” kata Selly.
Seperti diberitakan kumparanNEWS, kemarahan Risma dipicu adanya perbedaan laporan antara Program Keluarga Harapan (PKH) setempat dengan data yang disampaikan pejabat Kemensos.
Data itu terkait dicoretnya Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) karena saldo rekeningnya 0 rupiah. Kejadian itu terjadi pada Kamis pekan lalu.
Pejabat Kemensos yang hadir dalam rapat saat itu memaparkan bahwa pihak Kemensos tidak pernah mencoret data KPM PKH. Sontak Bu Risma kemudian memarahi petugas PKH Gorontalo yang kebetulan ikut dalam rapat.
“Jadi bukan kita coret, ya! Kamu tak tembak, ya, tak tembak kamu!” ujar Risma sambil berdiri dari kursinya, berjalan mendatangi petugas PKH. Dia lalu mengarahkan pulpennya ke dada petugas itu.
Saat Risma mengucapkan ‘tak tembak kamu’, peserta rapat mengira Mensos sedang bercanda dan mereka sempat tertawa. Bahkan ada yang bercanda; “dor!”. (*)