INDRAMAYU, –
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Indramayu meminta kepada aparat kepolisian untuk tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah terhadap salah satu kader partai yang saat ini menjalani pemeriksaan di mapolres Indramayu imbas dari insiden bentrokan petani tebu di wilayah perbatasan Indramayu-Majalengka pada Senin (4/10/2021) lalu.
Ketua Balitbang DPC Partai Demokrat Kabupaten Indramayu, Haris Solichin didampingi ketua Fraksi Demokrat, Sandi Jaya Pasha mengatakan saat ini salah satu kader partai demokrat yang juga sebagai anggota DPRD Kabupaten Indramayu, Tar, kini masih menjalani pemeriksaan di mapolres Indramayu.
“Kami atas nama partai, ikut prihatin dan turut berbela sungkawa atas insiden petani tebu di wilayah Perbatasan Indramayu-Majalengka. Kami juga berharap insiden serupa tidak terulang lagi,” kata dia. DPC Demokrat juga menolak aksi kekerasan dan merugikan masyarakat luas.
Haris menjelaskan, terkait kadernya yang masih menjalani pemeriksaan di mapolres Indramayu, ia meminta kepada aparat kepolisian untuk mengedepankan azas praduga tak bersalah.
“Sampai saat ini, status hukum terhadap kader partai demokrat, masih belum kami ketahui. Kami secara kepartaian akan melakukan upaya pendampingan hukum,” kata dia.
Selain melakukan upaya pendampingan, DPC Partai Demokrat juga mendorong kepada pimpinan DPRD Kabupaten Indramayu untuk memberikan pendampingan. Apalagi, dalam perkara hukum yang dihadapi wakil rakyat ada UU MD3 yang harus menjadi pedoman.
“Undang-undang MD3 harus menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum dalam menangani perkara yang melibatkan anggota DPRD,” kata dia.
Ia menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 106 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan MPR. DPR,DPD dan DPRD, bahwa:
1. Ayat (1) dalam hal anggota MPR,DPR dan DPD diduga melakukan
perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan
penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.
2. Ayat (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
apabila anggota MPR, DPR, DPD DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/
Kota melakukan tindak pidana Korupsi dan terorisme serta
tertangkap tangan.
Selanjutnya, ketentuan teknis pelaksanaan penindakan terhadap
Anggota DPR didasarkan pula pada ketentuan internal Polri, yaitu
berdasarkan Surat Telegram Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor
Polisi ST/96/XI/2006 tanggal 1 Nopember 2006 tentang Tata Cara
Pemanggilan/Penyidikan terhadap anggota MPR, DPR, DPD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bahwa
ijin Presiden tidak diperlukan jika Anggota DPR, DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah apabila berstatus
saksi pelapor atau sebagai saksi korban dalam suatu tindak pidana.
Selanjutnya, berdasarkan Surat Kepala Badan Reserse Kriminal Nomor
Polisi: B/588/DIT-I/I/IX/2005/Bareskrim tanggal 27 September 2005,
setiap mengajukan permohonan ijin kepada Presiden RI, Jaksa Agung,
dan Menteri Dalam Negeri, kelengkapan berkas sebagai lampiran adalah:
1. Laporan Polisi.
2. Surat Perintah Penyidikan.
3. Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan.
17 Pasal 287 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan DPR RI Nomor 01/DPR RI/I/2009-2010 tentang Tata Tertib. 18 Baharuddin KS.(IJnews)