Next Post

Ketua DKI Ray Mengku Sutentra Buka Suara Terkait Larangan Penggunaan Gedung Kesenian Mama Soegra

Ray Mengku Sutentra membuka kegiatan workshop seni.
Ray Mengku Sutentra membuka kegiatan workshop seni.

IndramayuJeh.com, Indramayu – Larangan Penggunaan Gedung Kesenian Mama Soegra Indramayu oleh Dinas Pendidikan dirasa Ketua Dewa Kesenian Indramayu (DKI) sebagai penghambat prose kreatif para seniman. Kegiatan seni yang biasanya dilaksanakan di gedung tersebut kini harus dipindahkan ke lokasi lain.

Salah satu contoh dari dampak tidak tersedianya Gedung Kesenian Mama Soegra adalah pementasan teater Calonarang karya Oka Swastika Mahendra yang dilaksanakan di Yayasan Wirautama Patrol pada Sabtu (29/06/2024).

Gedung Kesenian Mama Soegra di Indramayu yang selama ini menjadi pusat kegiatan seni terpaksa ditutup oleh Dinas Pendidikan ini membawa dampak besar bagi komunitas seni di Indramayu, yang kini harus mencari tempat alternatif untuk melanjutkan kegiatan mereka.

Ray Mengku Sutentra, Ketua Dewan Kesenian Indramayu (DKI), menyuarakan kekhawatirannya mengenai larangan penggunaan gedung kesenian ini.

“Kami bisa mandiri, tetapi tetap memerlukan dukungan pemerintah. Harapannya, pemerintah lebih serius dalam menangani kesenian, bukan hanya secara seremonial tetapi juga dalam menghargai proses dan mental berkesenian itu sendiri,” ungkap Ray.

Menurut Ray, gedung kesenian Mama Soegra sebenarnya masih layak digunakan dengan beberapa perbaikan kecil.

“Kerusakan di gedung itu bukan sesuatu yang berarti, masih layak digunakan. Perbaikan kecil seperti kursi yang rusak bisa dilakukan tanpa harus menutup gedung,” tambahnya.

Sayangnya, penutupan gedung yang dilakukan tanpa ada perencanaan matang menimbulkan masalah baru bagi komunitas seni.

Ray juga menyoroti masalah anggaran dan pengelolaan gedung kesenian. Menurut Ray, selama kepengurusannya tidak pernah ada anggaran untuk maintenance dari kedinasan terkait. Gedung Mama Soegra juga sering kali tidak mendapatkan perawatan yang semestinya.

“Ketika dinas kebudayaan digabungkan dengan dinas pendidikan, pengelolaannya menjadi berbeda, dan itu menambah kompleksitas masalah,” jelas Ray.

Sebelum adanya larangan pemakaian gedung kesenian mama soegra, sempat terdapat adanya masalah teknis seperti pemadaman listrik yang berlangsung lebih dari dua bulan karena pihak Dewan Kesenian indramayu tidak mampu membayar tagihan listrik.

“Blackout atau mati listrik itu lama, lebih dari dua bulan. Sempat bikin kami kelabakan. Akhirnya, kami memutuskan untuk memisahkan meteran listrik, dan kami harus patungan untuk membayar listrik,” ungkap Ray.

Tidak mendapatkan anggaran dari pemerintah membuat kepengurusan DKI yang dipimpin Ray melakukan sistem pinjam sewa Gedung Kesenian Mama Soegra seperti yang umumnya dilakukan pengurus-pengurus DKI sebelum Ray. Sayangnya, hal tersebut justru memunculkan isu pungli terhadap pihak DKI.

Ray menganggap penyewaan gedung kesenian milik pemerintah mungkin adalah hal yang salah. namun di satu sisi tidak adanya biaya maintenance gedung membuat kepengurusan DKI harus mencari anggaran untuk membayar listrik, air, juga pengelola kebersihan dan keamanan. 

Irawan, owner sekaligus Direktur Royal House Yogyakarta, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi ini.

“Saya mendengar cerita ini sangat memprihatinkan. Saya orang luar yang datang kesini mendengar isu ini menjadi keren. Sebetulnya, tanpa pemerintah pun kegiatan ini bisa dilakukan dengan konteks edukasi dan srawung. Semua ada pengorbanan,” kata Irawan.

Irawan juga menekankan pentingnya dukungan dari masyarakat agar Gedung Kesenian Mama Soegra di Indramayu dapat kembali digunakan oleh para seniman.

“Yang berusaha menarik hati pemerintah harusnya masyarakat, karena masyarakat yang memakai gedung kesenian untuk melestarikan seni-seni yang berkembang di Indramayu.,” tambahnya.

Larangan penggunaan Gedung Kesenian Mama Soegra memang membawa banyak tantangan, tetapi komunitas seni di Indramayu tidak patah semangat. Mereka terus mencari solusi dan alternatif untuk tetap melanjutkan kegiatan seni.

“Kami tetap melakukan kegiatan seni, meski harus berpindah tempat. Harapannya, pemerintah bisa lebih tanggap dan mendukung penuh perkembangan kesenian di Indramayu,” ujar Ray.

Kolaborasi dengan komunitas seni dari luar daerah seperti Jogja Royal House Cultural juga menjadi salah satu cara untuk terus menghidupkan semangat berkesenian di Indramayu. Dengan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, komunitas seni di Indramayu berharap bisa melewati masa sulit ini dan terus berkembang. (Nursaid)

Muhammad Nursaid

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Newsletter

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

762ba2bf06f1b06afe05db59024a6990

Recent News