INDRAMAYU
Komisi 3 DPRD Kabupaten Indramayu mendorong pemerintah daerah untuk menaikan capaian target retribusi parkir Tahun 2021 sebesar 10 persen dari target tahun sebelumnya. Alasan dinaikannya retribusi parkir karena masih banyak titik-titik parkir yang belum disentuh dinas terkait namun sudah dikelola orang-orang tertentu atau juru parkir (jukir) diluar dinas atau perorangan. Kenaikan itu untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Celah-celah potensi parkir masih banyak yang masih belum tergali. Kami menekankan kepada Dinas Perhubungan (Dishub) selaku dinas pengelola retribusi parkir untuk mencari titik-titik parkir yang ada potensi PADnya. Itu harus diinventarisir ada berapa puluh/ratus titik termasuk juga parkir-parkir dilokasi obyek wisata,” kata Sekretaris Komisi 3 DPRD Kabupaten Indramayu, H. Toni Fathoni kepada wartawan dikantornya, belum lama ini.
Menurutnya, parkir ada dua jenis, yakni parkir di tepi jalan umum dan parkir milik swasta. Parkir di tepi jalan umum ada tiga kriteria yakni jalan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten dan retribusinya masuk ke PAD daerah. Kemudian jalan provinsi dan jalan nasional (kewenangan pusat). Jalan milik provinsi dan pusat dalam aturannya tidak boleh dipungut retribusi dan pemerintah daerah hanya diwajibkan mengatur parkirnya saja tapi pada kenyataanya tetap saja di pungut. Sementara parkir milik swasta diantaranya pasar modern/swalayan tidak dikenai retribusi parkir tapi dikenakan pajak.
Parkir-parkir di lokasi obyek wisata kata dia, banyak bermunculan dan umumnya dikelola pemilik seperti pihak desa atau perorangan meski lokasi parkir kendaraan pengunjungnya ada di tepi jalan umum milik pemkab. Kalau parkirnya di tepi jalan umum sambungnya, harusnya yang memungut retribusi parkir harusnya jukir dari pemerintah kabupaten tapi nyatanya parkir dikelola pemilik obyek wisata.
“Kami akan mendorong pemerintah daerah untuk menginventarisir ada berapa obyek wisata dan titik-titik parkir yang belum tersentuh. Intinya yang menjadi potensi PAD akan kita dorong untuk terus digali,” kata politisi Hanura ini.
Toni menilai lokasi parkir yang belum tersentuh masih banyak dan sudah dikelola jukir yang tidak resmi. Hal itu, bisa karena tenaga petugas jukir dari Dishub terbatas atau memang belum disentuh.
Hal lainnya, jukir biasanya dibekali seragam resmi dan ada karcis retribusinya sementara ini banyak titik-titik parkir di tepi jalan dan tempat wisata tanpa karcis. Imbasnya uang parkir menguap begitu saja dan tidak masuk ke PAD. Itu potensi yang mest kita gali. Dan kedua retribusi parkir ada yang pakai karcis tapi bukan dari pemda tapi buatan sendiri seperti di obyek wisata milik perorangan atau desa dan kadang harganya tidak sesuai dengan perda/perbup hingga mencapai Rp.5.000.
“Pengendara idealnya wajib menanyakan karcis apabila dimintai retribusi. Kalaua tidak diberi karcis kita tidak wajib membayar. Karena dengan karcis resmi dari pemkab, kita telah menyumbang PAD,” sarannya.
Mengenai perparkiran tambahnya, ia mengaku salut dengan tata kelola perparkiran di Kota Surabaya. Hal itu diketahuinya saat pihaknya melakukan studi banding ke Kota Pahlawan itu. Tata kelola perparkiran di Surabaya itu diharapkan bisa diterapkan di Kabupaten Indramayu.
Menurutnya, jukir di tepi jalan di Surabaya menggunakan kartu parkir elektronik yang berisikan voucer sesuai beban kerja mereka selama satu hari. Beban kerja mereka selama satu hari biasanya selama 6-8 jam. Sebelum jukir bertugas, mereka harus mengisi voucer sesuai target harian. Misalnya target per harinya Rp.200.000 maka jukir itu membeli voucer senilai Rp.200.000.
Cara bayar parkirnya, kata Toni, ketika pemilik/pengendara akan bayar parkir, contoh parkir mobil sebesar Rp.3.000 maka jurkir akan mengetik pada alat khusus dengan jumlah nominal Rp.3000. Karena sudah digunakan maka secara otomatis saldonya akan berkurang Rp.3000 dan seterusnya hingga selesai sesuai jam kerjanya dan uang dari saldo itu otomatis masuk kas daerah. (Safaro/IJnews)