Cirebon, Indramayujeh.com-Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, H Sofwan menilai saran penundaan pemilihan kuwu (pilwu) serentak dan pencabutan SK Bupati Cirebon terkait tahapan pilwu hanya membuat resah masyarakat.
Menurut Politisi Partai Gerindra yang akrab disapa Opang ini, tidak ada urgensi untuk mencabut SK tersebut atau pun peraturan bupati (Perbup) tahapan penyelenggaraan pilwu. Ia juga menekankan agar pelaksanaan pilwu tetap berjalan dengan semestinya.
Karena, kata Opang, langkah pemerintah daerah dalam hal ini sudah berpijak pada aturan yang pasti, yakni Undang-Undang (UU) Desa yang berlaku sekarang.
“Kalau orang cerdas itu acuannya adalah undang-undang yang berlaku sekarang. Katanya Pak Iis itu doktor, mantan birokrat. Masa berpatokan sama aturan yang belum pasti. Cerdasnya di mana dia?” ujar Opang kepada wartawan, Selasa (11/7/2023).
Artinya, lanjutnya, tahapan pilwu yang sudah tertuang dalam Perbup harus tetap berjalan. Karena berlandaskan pada aturan yang benar. Kalau pun di tengah jalan nanti muncul UU Desa yang baru, maka urusannya nanti dan pastinya ada solusi atau jalan keluarnya.
“Jadi tidak ada urgensinya untuk mencabut SK Bupati itu. Karena perbub itu berdiri di atas legalitas yang berlaku sekarang. Tetap jalan, enggak boleh itu dicabut SK-nya. Kita tidak bisa berpatokan pada hal yang belum pasti,” tandasnya.
Atas hal itu pula Opang juga mempertanyakan, kenapa Perbup tentang tahapan pilwu harus dicabut. Sedangkan, kata dia, patokannya pun pada UU yang belum berlaku.
“Salahnya di mana? Enggak ada yang salah. Jadi maksud saya, orang sekelas Iis Krisnandar nih enggak boleh bikin masyarakat resah,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan, kalau yang bersangkutan merasa praktisi hukum, harusnya berpatokan pada hal-hal yang pasti. “(statement Iis Krisnandar) itu bikin resah namanya. Berpatokan pada hal yang belum pasti. Enggak boleh berpatokan ke hal yang belum pasti. Ini model-model kayak begitu bisa ngerusak tatanan pemerintah,” katanya.
Pada prinsipnya, aku dia, Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, terkait rencana pilwu serentak di daerahnya tetap harus berjalan sesuai tahapan yang sudah ditentukan. Tidak boleh berpatokan pada hal yang belum pasti.
Diberitakan sebelumnya, Surat Keputusan (SK) Bupati Cirebon yang juga tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup), tentang tahapan pemilihan kuwu (Pilwu) yang sudah lama diterbitkan, dinilai bakal beresiko menimbulkan gejolak masyarakat jika tidak segera dicabut.
Sebab, draf revisi Undang-Undang (UU) Desa bakal segera diparipurnakan oleh DPR RI. Dan proses penetapan atau ketok palu UU tersebut dimungkinkan sebelum masuk tahun 2024.
Demikian disampaikan salah seorang mantan birokrat Pemda Kabupaten Cirebon yang juga paham ilmu hukum tata negara, Iis Krisnandar. Menurutnya, melihat perkembangan revisi UU Desa yang dibahas di DPR RI, dijadwalkan Selasa (11/7/2023) diparipurnakan.
Namun, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon, Nanan Abdul Manan saat dikonfirmasi menjelaskan, hasil konsultasi pihaknya ke Kemendagri RI perihal pilwu serentak, pihak Kementerian belum berani mengambil keputusan.
“Penjelasan kita mengenai kondisi di daerah akan menjadi pertimbangan mereka ke pimpinan. Terus kita juga diminta berkirim surat secara resmi. Kita akan segera menyurati kementerian agar kita mendapatkan jawaban yang resmi,” ungkapnya.
Nana juga menjelaskan, pihaknya pun telah meminta jaminan yang pasti ke Kemendagri RI, jika nanti dilanjut tahapan pilwunya. “Artinya, ada jaminan tidak di cut di tengah jalan. Kalau memang harus distop, ya mumpung tahapannya belum dimulai,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, pelaksanaan pemilihan kuwu (pilwu) atau pilkades serentak di Kabupaten Cirebon pada tahun ini sebentar lagi akan digelar. Bahkan, tahapan pelaksanaan pilwu serentak yang bakal diikuti sekitar 100 desa ini sudah dikeluarkan melalui SK Bupati Cirebon yang tertuang dalam Perbub sejak lama.
Namun, pelaksanaan pilwu kali ini justru dinilai sangat berisiko tinggi, yang mana akan menyebabkan gejolak masyarakat. Hal ini disampaikan seorang mantan birokrat Pemkab Cirebon sekaligus akademisi ilmu hukum tata negara, Iis Krisnandar, kepada wartawan di Talun, Kabupaten Cirebon, Jabar, Senin (10/7/2023).
Menurut Iis, risiko tersebut berkaitan dengan draf revisi Undang-Undang (UU) Desa yang bakal segera diparipurnakan oleh DPR RI pada Selasa (11/7/2023). Yang mana, proses penetapan atau ketok palu UU tersebut dimungkinkan sebelum masuk tahun 2024. (*)