Indramayujeh.com, Indramayu – Di sisa masa kerjanya, Bupati Indramayu, Nina Agustina, terus melakukan koordinasi dengan institusi di tingkat pusat menyusul adanya informasi salah satu warganya bernama Robi’in, yang bekerja di perbatasan Thailand-Myanmar mengalami tindakan penyiksaan di tempat kerjanya.
Nina berharap, Robi’in yang merupakan mantan anggota DPRD Kabupaten Indramayu dapat segera dipulangkan ke Tanah Air.
“Kita terus pantau dan menjalin komunikasi dengan Mabes Polri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, BP2MI, Polda Jawa Barat, dan semua institusi yang bertujuan agar Robi’in dapat segera pulang ke Tanah Air,” jelas Nina Agustina kepada media, Sabtu, 18 Januari 2025.
Nina juga berharap melalui institusi tersebut, Robi’in dapat segera dipulangkan dan bertemu dengan keluarganya di Indramayu. Nina mengakui bahwa untuk memulangkan Robi’in tidaklah mudah, karena wilayah tempat bekerja Robiin merupakan daerah konflik bersenjata.
“Kita terus bertekad agar Robi’in segera dipulangkan. Berbagai upaya akan kita lakukan,” ucap Nina.
Nina Agustina sangat terenyuh ketika melihat sebuah video yang viral di media sosial memperlihatkan empat warga negara Indonesia (WNI) di Myanmar, mereka terlihat meminta bantuan kepada Presiden Prabowo Subianto agar segera dipulangkan ke Indonesia.
Salah satu dari keempat WNI tersebut diketahui bernama Robi’in, yang berasal dari Kabupaten Indramayu.
Robi’in merupakan mantan anggota DPRD Kabupaten Indramayu periode 2014-2019 dari Partai NasDem. Ia berangkat ke Myanmar pada bulan September 2023 lalu.
Istri Robi’in, Yuli Yasmi, mengonfirmasi bahwa salah satu dalam video tersebut adalah suaminya.
Yuli menyampaikan bahwa suaminya dan tiga WNI lainnya masih berusaha meminta bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk segera dipulangkan dari Myanmar.
“Video itu memang benar, itu suami saya. Dia masih meminta pertolongan agar pemerintah bisa segera memulangkan mereka. Percakapan yang dia sampaikan tidak pernah jauh dari permintaan untuk dibawa pulang,” kata Yuli.
Yuli menjelaskan bahwa video tersebut sebenarnya dikirim beberapa bulan lalu untuk keperluan dokumentasi pribadi, dan untuk bukti pada saat ia melaporkan ke pihak pemerintah.
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait kondisi suaminya dan tiga WNI lainnya yang berada dalam bahaya besar jika pihak perusahaan tempat mereka bekerja mengetahui keberadaan video tersebut.
“Jika perusahaan tahu, mereka akan habiskan. Resikonya sangat besar,” ujarnya.
Mengenai alasan suaminya berada di Myanmar, Yuli menjelaskan bahwa Robi’in dipaksa untuk bekerja dalam kegiatan penipuan online.
“Suami saya disuruh kerja paksa untuk melakukan penipuan online,” jelas Yuli.
Ketika ditanya lebih lanjut, ia mengonfirmasi bahwa penipuan tersebut adalah jenis scam atau penipuan daring yang biasa terjadi di Myanmar.
“Di Myanmar itu biasanya penipuan online atau scam. Dia di sana dipaksa jadi bagian dari scammer,” tambahnya.
Ia mengatakan bahwa suaminya bekerja sebagai scammer bukan operator judi online, yang sering terjadi di beberapa negara Asia, lebih umum terjadi di Kamboja.
“Di Myanmar rata-rata biasanya penipuan online atau scamming, disana dia sebagai scammer, Kalau judol itu biasanya adanya di Kamboja mas. Dan kalau di Kamboja itu menerima gaji, karena judol kan di Kamboja itu diresmi atau legal,” jelasnya.
Robi’in terakhir kali menghubungi keluarganya sekitar dua minggu lalu, dan seperti biasa, ia kembali meminta agar pemerintah Indonesia bisa membawa mereka pulang.
Yuli menambahkan, meskipun sudah melapor ke pemerintah Indonesia, pihak pemerintah masih mengalami kesulitan dalam mengambil tindakan karena lokasi mereka yang terlalu jauh dari jangkauan.
Dalam upaya penanganan kasus ini, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon, Myanmar, juga telah melakukan komunikasi dengan Yuli.
KBRI Yangon memberi informasi bahwa Robi’in disarankan untuk menghubungi hotline yang disediakan oleh kedutaan. Namun, hingga kini, proses pemulangan keempat WNI tersebut masih terkendala.
“Suami hanya menghubungi via chatt mas. Jawaban dari hotline yangoon meminta sharelok dan berkas kayak paspor, tapi sampai sekarang belum ada utusan KBRI atau KBRI-nya langsung ke perusahaan,” ujar Yuli.
“Chat itu ada sekitar tiga bulan yang lalu,” pungkasnya.
Yuli berharap agar kasus ini mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia, dan berharap semoga jalan keluar bagi suaminya dan tiga WNI lainnya segera ditemukan. (*)