MAJALENGKA –
Cerita pilu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Majalengka dalam satu pekan terakhir marak terdengar. Kabar duka itu datang dari Nadya Pratiwi, TKI yang bekerja di Mesir dan Tasini yang mengalami kekerasan fisik dari majikannya di Arab Saudi.
Pada Sabtu (6/7/2019) dini hari sekitar pukul 01.30 WIB, ambulans datang ke Desa Pakubereum, Kecamatan Kertajati mengantar jenazah Nadya Pratiwi (27) yang dikabarkan tewas akibat terjatuh dari dari lantai 13 sebuah gedung di Kota Kairo, Mesir.
Penyebab kematian Nadya hingga kini sebenarnya masih simpang siur. Sebab ada juga yang menduga jika korban tewas akibat dianiaya majikannya.
Dede Rohayati (49), orangtua korban menjelaskan, anaknya pergi menjadi TKI sekitar dua tahun lalu dan oleh perusahaan jasa pengiriman pekerja migran dipekerjakan di kota Kairo. Dede tak mengetahui persis kapan anaknya berangkat, yang jelas sudah sekitar 28 bulan Nadya bekerja di Kairo.
Selama itu kabar yang diterima dari anaknya hanya cerita pilu. Dede mengungkapkan, selama bekerja di Kairo, Nadya tak pernah menerima gaji. Bahkan keinginannya untuk pulang ke Indonesia selalu dihalang-halangi.
“Selama 28 bekerja di Kairo, anak saya tidak mendapatkan gaji. Bahkan, sempat ingin segera dipulangkan namun usahanya tidak berhasil,” ungkap Dede.
Perasaan Dede seolah hancur lebur saat menerima kabar putri tercintanya itu meninggal pada Jumat (5/7/2019) pagi. Yang membuat Dede merasa kian terpukul adalah fakta jika anaknya meninggal dua bulan lalu.
Dede meyakini bahwa anaknya meninggal akibat dianiaya majikannya di Kairo. Sebab anaknya pernah mengabarkan selalu mendapatkan tindak kekerasan di tempatnya bekerja.
“Sebelumnya saya dapat kabar dari anak saya jika majikannya kerap melakukan tindakan kekerasan. Seperti dipukul, dijambak, dicubit, dan didorong,” ungkapnya.
Konsultan Hukum Tenaga Kerja SPMI, Marto juga meyakini jika Nadya meninggal bukan karena musibah melainkan karena kasus. Hal itu disandarkan pada keterangan ibunda korban.
Marto juga mengatakan, jika Nadya juga merupakan korban tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking. Karena Indonesia dan Mesir belum memiliki kesepakatan pengiriman tenaga kerja asal Indonesia.
“Hak kewenangan untuk menyelidiki lebih lanjut kasus-kasus yang menimpa PMI diserahkan kewenangannnya kepada otoritas perwakilan kita di KBRI,” sebutnya. (Oki)