INDRAMAYU
Antusias belajar terlihat pada siswa siswi Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang hendak menuju kawasan pantai lestari. Bukan untuk berlibur, mereka datang justru untuk menambah wawasan tentang lingkungan hidup dalam kurikulum berbasis mangrove.
Salah satunya Calista, siswi kelas 6 SD negeri 2 Singaraja itu, terlihat menikmati keindahan alam menuju tempat ekowisata, di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Ia dan teman-temannya, sesekali menuliskan hal yang ditemuinya selama berada di kawasan itu, mulai dari tentang kehidupan flora dan fauna.
Belajar tentang mangrove ini telah diikuti Calista sejak masih duduk di bangku kelas 5 SD. Kondisi pantai rusak yang pernah dilihatnya, membuat Calista semakin bersemangat untuk mempelajari kurikulum mangrove. Pelajaran ini dianggap penting bagi gadis yang bercita-cita menjadi polwan tersebut. Sebab, ia berkeinginan agar daratan Indramayu tetap sama dan tidak habis disapu abrasi.
“Penting, karena bisa mempelajari dan mengenali flora dan fauna. Biar daratan tetap utuh tidak habis terkena abrasi,” kata Calista.
Tidak mudah memberikan pelajaran tematik mangrove kepada siswa. Hal itu juga dirasakan Anton Sadiantoro, guru kelas 6 SD Negeri 2 Singaraja. Namun, metode penyampaian materi dilakukan secara variatif. Sehingga, diharapkan pendidikan tentang lingkungan hidup bisa benar benar dipahami para siswanya.
“Metode ceramah di kelas maupun di luar. Ada juga demonstrasi nya atau praktek nya,” kata Guru SD, Anton Sadiantoro.
Materi yang diajarkan tidak lebih seputar mangrove. Mulai dari jenis, manfaat, fungsinya, kerusakan ekosistem mangrove yang alami dan ulah manusia.
“Kita tanamkan kesadaran tentang lingkungan. Minimal nya mereka tidak membuang sampah sembarangan,” lanjut Anton.
Muatan lokal pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove ini kemudian dikemas dalam pembelajaran selama 2 jam pelajaran. Atau satu kali pertemuan di akhir pekan.
“Hanya sesekali saja kita praktekkan di luar Sekolah. Karena butuh waktu luang, biaya transportasi, dan mencari lokasi khusus terdampak abrasi maupun kawasan mangrove,” ungkap Anton.
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu, Ir Aep Surahman mengatakan pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove yang diterapkan di sejumlah Sekolah Dasar di Indramayu ini merupakan buah perjalanan panjang penyelamatan pesisir Indramayu. Kurikulum ini bermula dari program green school dari Dinas Lingkungan Hidup yang ada di beberapa sekolah.
Program sekolah mangrove di Kabupaten Indramayu itupun telah berhasil membuahkan penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup Tematik Mangrove Pertama di Indonesia.
Penghargaan diserahkan oleh Senior Manager MURI, Yusuf Ngadri, kepada General Manager Pertamina RU VI Balongan, Burhanudin, dan Bupati Indramayu, Supendi, pada acara Coastal Clean Up yang digelar Kementerian LHK di Kota Cirebon, pada 15 Februari 2019. Hal itu disaksikan langsung Menteri LHK RI, Siti Nurbaya Bakar.
“Dinas LH dan BUMN seperti Pertamina RU VI Balongan terus mendorong dan memperluas pendidikan mulok tentang mangrove,” kata dia.
Ada sejumlah penyebab terjadinya abrasi yang melanda pesisir pantai Indramayu. Di antaranya, karakteristik pantai di Indramayu yang berupa aluvial maupun rusaknya hutan mangrove.
Untuk mengatasi kerusakan hutan mangrove itu, Pemkab Indramayu bersama dengan Pertamina RU VI Balongan telah berupaya mengatasinya. Salah satunya dengan menerapkan Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Tematik Mangrove.
Penerapan kurikulum itu bahkan merupakan yang pertama di Indonesia. Sasarannya adalah anak-anak sekolah dasar (SD) kelas empat, lima dan enam. Tujuannya, agar mereka mengenal dan menyadari arti penting mangrove sejak dini serta berperan dalam memelihara kelestariannya.
Hal senada juga diungkapkan oleh penggiat lingkungan di Indramayu terkait pengembangan sekolah mangrove.
“Ada 3 Sekolah Dasar yang menerapkan sekolah berwawasan lingkungan, ketika tahun 2010 ,” kata Ketua Kelompok Guru Mangrove, Makrus (51).
Seiring berjalannya waktu, program tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah pelajaran lokal (mulok) di Sekolah Dasar. Terlebih, dukungan Pertamina RU VI Balongan di tahun 2016, yang memfasilitasi proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove hingga tahun 2020 lalu.
“Pertamina RU VI Balongan ini ibaratnya menginisiasi sebagai penggerak dari awal. Melalui CSR membantu fasilitasi sekolah yg melaksanakan tematik mangrove yang bekerjasama dengan Dinas,” kata Makrus.
Meski program tersebut telah selesai. Namun, muatan lokal tentang mangrove tetap berjalan. Bahkan, pelajaran itu mendapat SK Bupati Indramayu dan diterapkan di 45 Sekolah Dasar yang berada di sepanjang pantai Kabupaten Indramayu.
“Program penanaman pendidikan ini menjamin keberlanjutan generasi baru yang peduli terhadap lingkungan,” ujar Makrus. (IJnews)