KUNINGAN –
Lima tahun sudah sejak awal 2014 lalu, warga Desa Manggari, Kecamatan Lebakwangi, Kabupaten Kuningan menanti realisasi pembangunan pabrik garmen. Hingga saat ini, warga masih menanti kejelasan terkait kelanjutan pembangunan pabrik garmen di wilayah tersebut.
Pada 2014, warga Desa Manggari dan beberapa desa sekitarnya cukup senang mendengar rencana pembangunan pabrik garmen. Sebab, dengan adanya pabrik itu diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dari Desa Manggari maupun beberapa desa terdekat lainnya.
“Kita sudah lima tahun menanti Pabrik Garmen ini, namun hingga kini belum ada kejelasan pembangunan pabrik tersebut. Padahal, seluruh prosedur perizinan telah ditempuh baik pembebasan lahan maupun Amdal Lalin (analisa dampak lingkungan lalu lintas) dan izin lainnya,” kata Kepala Desa Manggari Kecamatan Lebakwangi Kuningan, Asep Ramdoni di lokasi rencana pembangunan pabrik Garmen, Senin (29/4/2019).
Dia mengaku, warga desa cukup terbantu jika rencana pembangunan pabrik itu direalisasi. Sebab dapat menyerap tenaga kerja lebih dari 500 orang. “Kalau pabrik ini dibangun, maka dapat menyerap tenaga kerja lebih dari 500 orang khususnya warga kami. Ini untuk kepentingan warga desa, dan juga membantu pemerintah daerah dalam mengurangi angka pengangguran,” ucapnya.
Namun kini, dia cukup kaget, karena rencana pembangunan pabrik justru terancam batal karena mendapat kabar akan dibangun perumahan. Jika dibangun perumahan, Asep bersama warganya secara tegas menolak pembangunan perumahan tersebut.
“Kami sangat menolak jika harus dibangun perumahan, karena kami lebih membutuhkan pabrik, warga bisa bekerja di situ. Kalau perumahan warga hanya bekerja sebagai kuli saja saat awal pembangunan, kalau pabrik bisa bekerja secara berkelanjutan,” ungkapnya.
Dia menyebut, lahan yang akan dibangun pabrik itu seluas 156 bidang tanah yang dijual warga desa kepada pihak perusahaan. Warga sudah rela menjual tanahnya, karena berharap berdiri pabrik yang lebih menguntungkan perekonomian warga setempat.
“Jadi kami pertanyakan kenapa izin pembangunan pabrik belum keluar, masyarakat sudah membutuhkan pekerjaan yang diawal memberikan lahan untuk dijual agar dibangun pabrik. Status tanah semua sudah berubah atas nama perusahaan, baik SPPT maupun sertifikat tanah dan setiap tahun dibayar pajaknya oleh perusahaan,” bebernya.
Walaupun status tanah sudah berubah, dia menyebut, perusahaan selalu mempersilahkan kepada warga masyarakat jika ingin memanfaatkan lahan itu untuk kepentingan warga desa.
Sementara tokoh pemuda setempat, Agus Febyan menambahkan, sejak awal hasil riung rembug atau rapat bersama warga desa sudah sepakat bahwa lahan itu dipergunakan untuk pembangunan Pabrik Garmen. Namun selama lima tahun menunggu, belum ada kepastian kapan pabrik akan dibangun.
“Artinya garmen kalau berdiri harus MoU dengan masyarakat, yakni khusus warga Desa Manggari dan umumnya Kecamatan Lebakwangi silahkan dibangun pabrik asalkan bisa diterima bekerja tanpa syarat apapun. Warga sepakat lahan dijual ke perusahaan, namun hingga kini izin pembangunan kenapa masih belum ada,” tandasnya.
Dia menilai, pemerintah daerah seolah-olah tidak mendengar aspirasi warga desa yang menginginkan berdirinya pabrik garmen. Padahal, jika pabrik itu dibangun dapat menyerap tenaga kerja warga desa yang cukup banyak.
“Masyarakat membutuhkan pekerjaan, kenapa kalau untuk perumahan dipersilahkan namun pembangunan pabrik kok susah. Maka kami bersama warga dari tujuh desa akan aksi damai sekitar 700 orang, terkait kejelasan pembangunan pabrik garmen sudah sampai mana, ini sudah lima tahun belum dibangun-bangun, warga sudah berharap banyak bisa bekerja,” pungkasnya. (Andri)