Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Sumanta Hasyim menjelaskan bahwa seluruh jurusan di IAIN Syekh Nurjati menerapkan matakuliah yang mengusung kearifan lokal dalam merealisasikan nilai-nilai Moderasi Beragama. Matakuliah tersebut diberi nama Cirebonology. “Di IAIN Syekh Nurjati, setiap jurusan mengajarkan matakuliah Cirebonology. Ilmu tentang ke-Cirebon-an,” kata Sumanta Hasyim saat ditemui Humas di ruang kerjanya. (kemenag.go.id, 24/9/2021).
Pemerintah tampaknya ingin memastikan program moderasi Islam berjalan dengan baik di Indonesia. Kampus diminta mengawal program moderasi ini melalui rumah moderasi beragama. Rumah moderasi beragama memang didirikan sebagai tempat penyemaian, edukasi, pendampingan, pengaduan, dan penguatan atas wacana dan gerakan moderasi beragama.
Pengarusan Islam moderat atau Islam wasathiyah seringkali dilegitimasi oleh pandangan bahwa generasi muda hari ini sudah terpapar oleh paham radikalisme atau ekstremisme beragama. Kasus-kasus kekerasan, intoleransi, dan aksi-aksi teror yang kerap terjadi dan dilakukan anak-anak muda sering dinisbahkan pada cara pandang mereka yang ekstrem dalam beragama.
Maka pengarusan Islam wasathiyah atau Islam moderat dianggap sebagai solusi jitu mengeliminir kasus-kasus ini. Karena menurut konsep mereka, Islam wasathiyah mengajarkan prinsip-prinsip Islam yang lebih ramah. Karenanya, bisa menghindarkan pemeluknya, baik di level masyarakat, maupun level individu, dari sikap berlebihan dalam beragama.
Pengertian wasathiyah seperti ini diklaim telah sesuai dengan tafsir QS Al-Baqarah ayat 143:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”
Mereka menyebut, bahwa umatan wasathan yang ada dalam ayat ini adalah umat pilihan. Yakni umat yang memiliki karakter at-tawassuth, yang diartikan bersikap sedang dalam semua urusan, tidak berlebihan dalam beragama dan tidak pula kurang. Juga bersikap adil, dimana adil artinya berada di tengah, antara lebih dan kurang.
Menyikapi hal ini, kita tentu tak bisa menafikan, bahwa sikap ekstrem bahkan aksi-aksi teror yang dilakukan para pemuda memang nyata adanya. Namun menjadikan kasus-kasus itu sebagai alasan memoderasi atau menafsir ulang Islam dengan tafsiran yang menjauhkan umat dari hakikat kebenaran Islam justru merupakan bentuk penyesatan.
Kita juga perlu mencermati apa ide moderasi Islam itu? Islam wasathiyah atau Islam moderat yang hari ini sedang diaruskan nyatanya adalah Islam yang dipersepsikan dan dikehendaki oleh kafir Barat. Yakni Islam yang mengakomodasi nilai-nilai Barat dan ramah terhadap kebijakan-kebijakan global yang sedang mereka tancapkan di seluruh dunia.
Ide Islam moderat sejatinya ide yang membahayakan bahkan ingin menjauhkan Islam dari kaum muslimin. Karakter muslim moderat yang ingin dibangun adalah karakter yang diinginkan Barat, yakni karakter muslim yang menyebarkan budaya universal (yaitu Barat) yang mendukung demokrasi dan HAM. Termasuk kesetaraan gender dan kebebasan beragama, serta kekerasan menurut tafsiran Barat.
Maka kita akan melihat, bahwa apa yang dimaksud dengan Islam moderat atau wasathi adalah Islam yang tak anti Barat. Yakni Islam yang menerima ide-ide liberalisme kapitalisme di berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang ekonomi. Sekaligus menerima gagasan pluralisme dan relativisme, yang ujung-ujungnya mendukung sekularisasi dan menolak gagasan penegakan syariat Islam.
Alhasil, seseorang yang mengidentifikasi dirinya sebagai muslim moderat akan menolak pemberlakuan hukum Islam kafah, toleran terhadap penyimpangan akidah, tidak mendiskriminasi pelaku maksiat, menganggap Islam tak ada beda dengan aturan lain, bahkan menentang Islam politik.
Dalam konteks pengarusan Islam moderat ini, lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, diniyah, madrasah dan perguruan tinggi Islam memang telah dipilih sebagai garda yang paling depan. Karena lembaga pendidikan Islam memiliki banyak kelebihan yang tak dimiliki sistem pendidikan lain.
Kelebihan itu antara lain, posisinya yang sangat afirmatif terhadap kalangan rakyat yang rentan secara ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan biaya pendidikannya yang cukup murah, hingga terjangkau oleh masyarakat bawah dan menengah yang merupakan kelompok mayoritas.
Kelebihan berikutnya adalah karena lembaga-lembaga ini jelas-jelas berbasis keagamaan. Sehingga harus ada ikhtiar untuk memastikan bahwa lembaga-lembaga ini justru tak menjadi pabrik pencetak generasi yang siap memperjuangkan penerapan Islam.
Sangat disayangkan pendidikan tinggi sekarang telah menjadi alat untuk tujuan kebijakan dan agenda Barat. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga jauh dari nilai agama. Bahkan menjadi pintu masuk bagi penyebaran propaganda dan ide-ide Barat yang sarat akan kebebasan, termasuk ide moderasi Islam.
Pendidikan tinggi yang seharusnya mencetak SDM (sumber daya manusia) yang memiliki visi pemimpin dan agen perubahan umat, nyatanya hanya menjadi generasi pembebek Barat. Bahkan banyak intelektual yang pendapatnya menjadi legitimasi ide-ide yang bertentangan dengan Islam.
Maka, tak berlebihan jika dikatakan bahwa kampanye moderasi Islam adalah proyek pembajakan potensi pemuda sebagai modal utama mengembalikan kemuliaan Islam. Karena melalui proyek ini akan lahir para pemuda yang kehilangan identitas diri sebagai muslim. Mereka hanya ber-KTP Islam, tapi tak paham dan tak yakin dengan kebenaran Islam. Mereka menganut Islam sebagai kepercayaan, tapi tak yakin bahwa Islam adalah solusi bagi seluruh persoalan kehidupan.
Mereka akan kian terjauhkan dari solusi problem umat yang kian hari kian parah, tersebab kehidupan mereka terjauhkan dari Islam dan sistem politiknya. Bahkan mereka sangat alergi dengan sebagian ajaran Islam, yang dipropagandakan sebagai ajaran terbelakang.
Para intelektual dan kaum terpelajar jangan sampai terjebak dalam program dan agenda Barat, termasuk agenda moderasi Islam ini. Intelektual dengan tanggung jawab ilmu dan intelektualitas pada dirinya, semestinya berada di garda depan dalam menyuarakan kebenaran Islam.
Mampu memberikan pencerahan ke umat dengan ilmu yang dimilikinya. Menjadi penjaga Islam dari ide yang merusak termasuk ide moderasi beragama ini. Memberikan ilmunya untuk kemuliaan dan kemajuan Islam, serta mengambil peran dalam perjuangan Islam.
Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis : Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka dan Member WCWH)