INDRAMAYU –
Memperingati International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap 8 Maret, Pengurus Cabang (PC) Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Puteri (KOPRI) Indramayu menyerukan hak-hak perempuan yang kaitannya dengan dunia kerja dengan menggelar aksi di depan kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Indramayu, Senin (11/3).
Peserta aksi dari kaum perempuan PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Indramayu itu meminta agar tidak ada diskriminasi terhadap hak-hak perempuan dalam dunia kerja.
Ketua KOPRI PMII Indramayu Nadyatul Umami dalam orasinya meminta agar tidak ada perlakukan diskriminasi terhadap perempuan dalam bekerja. Ia berharap sejumlah hak-hak perempuan agar dipenuhi. “Hentikan diskriminasi terhadap perempuan,” katanya.
Ia menyerukan hak-hak perempuan terkait kerja agar tidak dipandang sebelah mata. Tuntutan-tuntutan hak-hak perempuan itu antara lain meminta diberikan upah layak bagi pekerja rumah tanggga (PRT) dan pekerja domestik, dan mempertegas UU nomor 13/2003 tentang pemberikan hak cuti haid, hamil, melahirkan dan menyusui sesuai kebutuhan kesehatan bagi pekerja perempuan tanpa syarat. Selain itu, juga agar diberikan jaminan perlindungan sosial baik dari segi kesehatan bahkan pendidikan yang berkualitas bagi semua perempuan tanpa syarat, dan jaminan sosial pada tenaga kerja bagi semua buruh dan pekerja perempuan di Indramayu.
“Perkuat perlindungan hukum bagi buruh migran perempuan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnaker Indramayu, Suharjo, usai menemui peserta aksi mengatakan, pihaknya telah memberikan perlindungan terhadap perempuan yang tertuang dalam syarat-syarat kerja. Selain itu, juga yang tertulis dalam peraturan perusahaan dan perjanjian kerja yang mengatur hak dan kewajiban pekerja.
Menurutnya, hak-hak perempuan sesuai dengan kebutuhannya telah diperhatikan seperti mengenai cuti hamil dan lain sebagainya. “Yang jelas antara pekerja laki-laki dan perempuannya tidak boleh ada diskriminasi,” ungkapnya.
Namun demikian, ia mengaku masih ada kerkurangan dalam memperhatikan pekerja perempuan di luar negeri. Menurutnya, hal itu ada pihak yang lebih intensif mengurusi seperti BNP2TKI dan kementerian terkait di tingkat nasional.
“Kadang-kadang di luar negeri ada suatu pelanggaran hak-hak pekerja perempuan, kadang gaji ga dikasih, mereka sering disiksa. Kita tidak punya otoritas ke sana, itu keterbatasan kami,” katanya.
Untuk urusan pekerja perempuan di luar negeri, yang telah dilakukan pihaknya adalah bersama pihak lain mengurusinya dalam lembaga layanan terpadu satu pintu. Lembaga tersebut diisi berbagai pihak lain selain Disnaker, seperti Disdukcapil, kepolisian, imigrasi dan lainnya.
“Kita preventif jangan sampai pemalsuan data pengiriman TKI ke luar negeri,” ucapnya. (*)